Monday, 18 February 2013

Saya Juga Orang Indonesia!!

Tragis juga menyakitkan jika dikatakan warga Tionghoa adalah kaum jajahan. Tak ada niat sedikitpun dalam diri ini untuk menghancurkan Indonesia, tanah kelahiran saya. Malahan saya selalu membanggakan tanah air di depan semua orang, hingga memiliki cita-cita untuk memamerkan keindahan alam Indonesia sampai ke mancanegara. Baik dari segi keragaman budaya, ciri khas makanannya, pemandangan alamnya, dan lain-lain. Sebab negara kepulauan tempat saya berpijak, lebih elok dibanding negara manapun di dunia!!!

Saya pun selalu menyayangkan kebiasaan orang kita dalam berkomunikasi atau mengkonsumsi makanan maupun minuman. Kerap kali kita cenderung berpola hidup seperti orang Barat. Contohnya saja, memakan makanan junk food seperti burger. Mereka mengkonsumsi itu karena sulitnya menanam sayuran atau harga sayur yang terlalu tinggi. Sehingga mereka menyukai makanan junk food yang buat kenyang juga murah.

Jadi, buat apa kita ikut-ikutan gaya mereka? Toh, sayuran di Indonesia melimpah ruah, jadi kita dapat memakannya tiap hari. ^_^. Ditambah lagi bagus banget buat kesehatan tubuh kita..hehehe…

Banyak deh yang buat saya makkkkkkkkkkkiiiiinn cinta kepada negara yang ibukotanya Jakarta…

Hanya saja..hmm..Walau saya dan teman-teman seperjuangan bersikap patriot, tetap saja kami dikucilkan oleh bangsa saya sendiri. Sehingga impian saya mulai meredup.

Dari kecil, saya sering dihina dengan sebutan “cina”, ”sipit”, dan sebagainya. Memang kata tersebut cuma kata biasa, tetapi cukup menyakitkan bagi warga Tionghoa. Seolah-olah etnis Tionghoa tak dihargai.

Jika hanya kata-kata cemoohan, saya masih bisa tahan. Namun biasanya, kejahilan yang menekan batin juga fisik harus saya telan bulat-bulat. Salah satunya, sewaktu saya berumur 5 tahun, saat itu saya suka bermain sepeda sendirian di kompleks perumahan, lalu datang sekelompok anak yang menamai diri mereka sebagai kaum pribumi. Karena mereka tidak senang saya bermain di area yang sama, lagi-lagi disebabkan ras. Sehingga gangguan fisik pun dialami saya. Dibuatlah saya jatuh kemudian sepeda saya dilindas mereka, kejadian itu menimbulkan bekas luka di lutut saya sampai sekarang. Nyebelinnya, sehabis merusak sepeda kesayangan eke, salah satunya meludah dekat saya yang sedang terbaring di aspal sambil berkata, “Rasain lu! Dasar cina!!”.

Sepulangnya di rumah, ibu saya kaget melihat putrinya berlumur pasir dengan luka-luka di lutut dan lengannya. Abis diobati, saya mulai bertanya seputar fisik saya. “Ma, memang kenapa kita jadi orang cina? kenapa aku dibenci orang-orang itu? aku salah apa? jadi, aku orang apa? Kenapa kita jadi orang Indonesia?”, itulah pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan ketika kecil (ingatan saya tajam lho..hihi..). Tapi ibu saya hanya diam lalu mengalihkan percakapan dengan melihat burung terbang di langit. Walau saat itu, saya merasa ibu saya seperti menangis.

Mungkin peristiwa di atas, adalah segelintir masalah diskriminasi yang dialami saya. Setelah beranjak ke sekolah menengah pertama, saya terkejut! Ternyata banyak seumuran saya (kaum Tionghoa) yang mengalami hal demikian, meski beda peristiwanya. Maka dari itu, teman-teman saya cenderung membatasi diri dalam bergaul dengan kaum yang beda etnis. sedih sih.. huhu..

Walau bentuk serta warna kulit kami berbeda dengan orang Indonesia pada umumnya, kami tetap orang Indonesia dan juga mau ikut membela negeri ini. 

Tetapi kenapa warga Tionghoa selalu dijadikan bulan-bulanan ketika ada kejadian buruk? Padahal sebagian besar dari kami tidak terlibat akan kejadian itu.

Di sini saya tidak ingin memancing amarah siapapun, cuma sekedar sharing apa yang saya rasakan selama ini. Dan berharap dapat bermain tanpa harus memandang SARA. Menurut kalian (para pembaca), salah kaum Tionghoa dimana?